Minggu, November 8

Ketika Kritik Tidak Dibarengi Apresiasi (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Entah sejak kapan pastinya, saat ini kritik sudah seperti menjadi suatu hal yang sering kita temui di lingkungan sekitar kita. Kritik ini pun tidak hanya terfokuskan pada beberapa karya seni saja. Bahkan suatu hal sederhana seperti postingan di media sosial pun tak luput dari kritik ini sendiri.

Budaya Mengkritik

Budaya Mengkritik (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Memang begini, atau hanya sekedar perasaanku saja. Namun, masyarakat saat ini seolah sangat menyatu dengan budaya kritik ini dengan alasan “kan setiap orang punya selera yang berbeda”.

Beberapa kritik mungkin bisa dibenarkan jika memang termasuk suatu kritik yang membangun. Namun, tetap saja harus disampaikan dengan cara yang baik-baik toh? Karena sebaik apapun tujuannya, jika dilakukan dengan cara yang tidak baik, maka tetap saja kebaikan itu akan menjadi sirna.

Aku mungkin tidak bisa berbicara banyak mengenai kritik ini sendiri. Namun, sebagai orang yang perasa (read: baperan), tentu saja sulit rasanya menerima kritik mentah-mentah yang tidak dibarengi dengan apresiasi dari orang tersebut. Hambar rasanya, apalagi jika kritik tersebut diutarakan dengan cara yang tidak baik.

Setiap Orang Harus Siap Dikritik

Setiap Orang Harus Siap Dikritik (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Aku setuju bawa memang setiap orang harus siap dikritik, istilahnya sih ya kita harus kuat mental. Namun, bagaimana dengan si pengkritik tadi? Sudahkah ia memikirkan dampak dari kritik yang ia berikan? Atau pernahkah ia memutar balik posisi seandainya ia ada di posisi orang yang dikritik?

Aku rasa tidak semua orang berlaku demikian. Kebanyakan dari mereka hanya terfokus pada objeknya saja. Begitu ia menemukan celahnya, maka dengan lugasnya ia mencoba memborbardir sebuah kesalahan dari suatu karya atau bahkan sekedar perilaku kecil yang terlihat olehnya.

Krisis Apresiasi

Krisis Apresiasi (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Sejujurnya, aku tidak bisa percaya akan adanya kritik yang membangun. Setahuku, kritik ya kritik. Namun, ketika kritik ini dibarengi dengan apresiasi, maka akan menjadi suatu hal yang dapat lebih diterima.

Sayangnya, masyarakat saat ini hanya terfokus pada suatu kritik, tanpa mementingkan apresiasi yang seharusnya diikutsertakan selama penyampaian kritik ini sendiri. Padahal, apresiasi ini berperan besar loh terhadap mental seseorang.

Ada banyak sekali bentuk apresiasi yang bisa kamu berikan sebelum kamu mencoba mengkritik seseorang. Kalimat paling sederhananya bisa seperti “terima kasih”, atau sekedar “kamu sudah melakukan yang terbaik”. It will makes her feel better.

Pada akhirnya, kritik ini tetap boleh-boleh saja dilakukan, jangan sampai kita jadi seseorang yang anti kritik. Namun, ketika memberikan kritik, ada baiknya untuk disertai dengan apresiasi ya!

Pastikan bahwa dirimu memberikan kritik dengan niat untuk membantu seseorang tersebut menjadi lebih baik, bukan untuk menjatuhkannya. Meskipun awalnya sulit, cobalah untuk mengganti point of view-mu agar tidak selalu terfokus pada kesalahannya saja. Setidaknya hal ini akan membantu masyarakat kita untuk dapat keluar dari budaya rajin mengkritik, tetapi malas mengapresiasi.

 

IndahLadya

4 komentar:

  1. Related banget mbaa.. Kritik tanpa apresiasi sepertinya sudah menjadi kebiasaan apalagi di lingkungan kerja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, betul mbak, padahal biar sama-sama enak kudu saling apresiasi dulu kan ya 🤭

      Hapus
  2. Dari kecil, manusia seharusnya sudah diajarkan untuk mengapresiasi manusia lain, agar saat dewasa mereka terbiasa dan tidak gengsi mengungkapkannya. Harusnya juga diajarkan cara mengkritik yang membangun.

    Sayangnya, softskill seperti itu dikesampingkan di sekolah formal. Pendidikan seperti ini hanya depends on pendidikan dari rumah, yaitu keluarga. Agak gambling sih, kalau misal pendidikan di sekolah nggak sejalan sama pendidikan di rumah. Walau belum menikah, aku berniat membiasakan diriku untuk mengkritik sekaligus mengapresiasi seperti yang mbak Indah bilang agar nanti aku bisa mengajarkan anak-anakku untuk seperti itu juga :)

    Nice post Mbak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, saya pun jadi membiasakan diri untuk menerapkan apa yang sudah saya tulis, supaya gak "omong doang" kan jadinya. Karena orang yang krisis apresiasi ini menyedihkan sekali sebetulnya, saya jadi ingat ada seorang teman nanya sama saya "kamu tau gak kenapa ada orang baperan? Padahal cowoknya biasa aja", ya salah satunya dampak dari krisis apresiasi ini, saking gak pernah diapresiasi orang jadi begitu ketemu orang baik yang mau nge-apresiasi dia jadi terkaget-kaget menerima perlakukan mulia tersebut :')

      Hapus

Everything About Ladya . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates