Rabu, Desember 9

Jangan Sembarang Memvonis Orang untuk Berhenti Minum Obat (indahladya.com)

Dewasa ini, masih banyak pasien di Indonesia yang belum juga patuh mengenai aturan penggunaan obat-obatan. Padahal, biasanya aturan pakai tersebut seharusnya telah dijelaskan secara detail ketika apoteker menyerahkan daftar obat-obatan yang telah diresepkan oleh dokter.

Ada banyak sekali faktor yang bisa menyebabkan pasien kurang disiplin ketika mengkonsumsi obat. Faktor -faktor tersebut di antaranya karena missed-communication antara tenaga kesehatan dan pasien, harga obat yang mahal, bahkan vonis dari lingkungan sekitarnya.

Missed-Communication

Misscommunication (indahladya.com)

Faktor missed-communication antara tenaga kesehatan dan pasien ini mungkin masih bisa diakali dengan cara mendorong tenaga kesehatan, baik itu dokter maupun apoteker, untuk memberikan informasi yang lebih jelas mengenai obat yang harus pasien konsumsi. Hal-hal mendetail tersebut mulai dari berapa dosis yang harus dipenuhi dalam waktu sehari, cara pakai sediaan khusus (seperti sediaan suppositoria atau injeksi insulin), bahkan informasi mengenai berapa lama obat ini harus dihabiskan.

Kegiatan konseling ini pun tidak hanya melibatkan tenaga kesehatan, pasien pun sebaiknya bekerja sama dengan tenaga kesehatan untuk tidak menyepelekan apoteker yang bertugas ketika akan melakukan konseling mengenai informasi obat yang harus pasien konsumsi.

Apabila kedua belah pihak sudah bisa melaksanakan perannya dengan baik, maka tentunya akan lebih mudah dalam menjalankan proses konseling ini. Alhasil, informasi penggunaan obat pun akan tersampaikan dengan baik dan meminimalisir terjadinya missed-communication ini sendiri.

Harga Obat Mahal

Harga Obat Mahal (indahladya.com)

Tidak semua pasien memiliki kemampuan yang sama ketika harus menebus daftar obat-obatan yang telah dokter resepkan untuknya. Saya setuju dengan statement ini. That’s why pentingnya keterbukaan pasien dan konseling oleh apoteker selama proses menebus obat-obatan tersebut.

Obat paten memang memiliki harga yang relatif lebih tinggi. Jadi, jika kamu merasa keberatan dengan cost dari jenis obat-obatan tertentu, kamu bisa menanyakannya kembali kepada apoteker mengenai ketersediaan obat dengan cost yang lebih terjangkau. Selanjutnya, tentunya apoteker akan berkonsultasi dengan dokter apakah jenis obat yang dimaksud bisa ditukar dengan jenis obat lain tetapi tetap menghasilkan efek yang sama.

Stigma Masyarakat Mengenai “Kebiasaan Minum Obat”

Stigma Masyarakat Mengenai "Kebiasaan Minum Obat" (indahladya.com)

Faktor yang tidak bisa dihindari selanjutnya adalah stigma masyarakat mengenai “kebiasaan minum obat”. Saya ingat betul, ketika saya menempuh studi S1 Farmasi saya kemarin, salah satu dosen saya cukup meng-encourage mahasiswanya agar tidak ikut tenggelam bersama stigma masyarakat yang ada.

Sebagai orang yang lebih paham, tentunya kita mengetahui bahwa ada beberapa jenis penyakit yang mengharuskan pasiennya untuk mengkonsumsi obat secara teratur dalam jangka waktu tertentu. Sayangnya, beberapa masyarakat yang kurang teredukasi mengenai hal ini, mereka biasanya akan melemparkan statement yang memvonis, seperti “eh itu kenapa minum obat terus, gak takut ketergantungan?”.

Well, mari kita lebih tekankan lagi. Tidak semua proses pengobatan bisa dihentikan secara tiba-tiba. Mungkin jika kamu hanya mengalami gejala demam maka kamu bisa mengkonsumsi paracetamol lalu menghentikan penggunaannya sesaat setelah dirasa gejala demam tersebut sudah hilang.

Namun, beda ceritanya dengan beberapa pasien tertentu, seperti contohnya pasien TB, yang apabila memutuskan pengobatannya begitu saja justru akan berpotensi memperparah penyakitnya tersebut, bahkan akan ada suatu risiko yang biasa kita kenal dengan resistensi.

Penggunaan Antibiotik

Penggunaan Antibiotik (indahladya.com)

Sebelum membahas lebih jauh mengenai jenis pengobatan lain yang memerlukan jangka waktu tertentu selama proses terapinya, mari kita mundur sedikit mengenai jenis obat yang sudah sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Yap, antibiotik.

Ketika mengalami suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti tipes, disentri, atau bahkan kolera maka tentunya kamu akan menerima antibiotik di dalam daftar obat yang telah diresepkan oleh dokter untukmu. Nah, ketika proses penebusan obat, biasanya obat antibiotik sudah diberikan label khusus oleh apoteker seperti “harus dihabiskan”, hal ini untuk mempermudah pasien untuk lebih menaruh perhatian khusus terharap penggunaan antibiotik ini sendiri.

Sebagai pasien yang baik, tentunya kamu harus patuh mengenai aturan pakai tersebut. Jangan sampai ketika kamu merasa bahwa gejala penyakitmu sudah hilang, lantas kamu menghentikan penggunaan antibiotik ini begitu saja. Ingat, ada yang namanya risiko resistensi. Kalau bakteri di dalam tubuhmu sudah resisten, maka akan lebih sulit ketika akan menentukan proses pengobatan selanjutnya.

Pasien TB

Pasien TB (indahladya.com)

Salah satu jenis penyakit yang mengharuskan pasiennya untuk mengkonsumsi beberapa jenis obat dalam jangka waktu tertentu yaitu penyakit TB. TB (Tuberkulosis) atau yang lebih dikenal sebagai penyakit TBC, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Jenis terapi yang dilakukan selama proses penanganan penyakit TB ini pun bermacam-macam, tergantung dari kondisi pasien, bahkan ada terapi khusus bagi pasien yang mengalami kegagalan pengobatan, pasien kambuh, bahkan pasien yang lalai minum obat. Proses terapinya tentu saja berbeda dengan proses terapi pada pasien TB baru. Selain jenis terapi dan obat yang berbeda, proses pengobatannya pun akan lebih lama.

Hal ini dikarenakan proses pengobatan TB yang dihentikan secara tiba-tiba akan menyebabkan bakteri menjadi tidak mempan terhadap jenis obat yang diberikan, atau biasa dikenal dengan resisten. Apabila sudah resisten, maka pasien memerlukan jenis pengobatan lain yang tentunya memakan waktu lebih lama lagi.

Obat yang Harus Melalui Proses Tappering-Off

Obat yang Harus Melalui Proses Tappering-Off (indahladya.com)

Tappering-Off adalah penurunan dosis obat tertentu ketika hendak dihentikan penggunaannya. Tujuan dilakukannya tappering-off adalah untuk membuat tubuh kembali menyesuaikan keadaannya sehingga tidak mengalami gangguan akibat obat yang dihentikan secara tiba-tiba (mobile.swiperxapp.com).

Beberapa jenis obat yang harus mengalami proses tappering-off ini sendiri seperti kortikosteroid, beta-blocker, anti-epilepsi, dan anti-depressan. Jenis-jenis obat-obatan yang telah disebutkan tersebut tidak boleh dihentikan begitu saja karena akan menyebabkan suatu gejala yang biasa dikenal sebagai gejala putus obat.

Nah, jadi masih mau memvonis orang disekitarmu untuk menghentikan pengobatannya secara tiba-tiba? Yuk, jadi masyarakat yang supportif dengan tidak mudah memvonis suatu hal yang sebenarnya belum kamu ketahui dengan jelas kebenarannya. Jangan lupa jaga kesehatan, dan jangan lupa konsultasikan pengobatanmu kepada apoteker ya!

 

IndahLadya

 

Referensi :

Yustisia Riantiarno, 2017, “Tappering Off” Pada Obat, https://mobile.swiperxapp.com/tapering-off-pada-obat/#:~:text=Beberapa%20contoh%20obat%20yang%20bisa,blocker%2C%20antiepilepsi%2C%20dan%20antidepressan.&text=Obat%20ini%20memiliki%20efek%20anti,dan%20mengembalikan%20peningkatan%20permeabilitas%20kapiler.


Baca Juga:

Dagusibu Episode 1 : Cara Mendapatkan Obat Dengan Benar
Dagusibu Episode 2 : Cara Menggunakan Obat Dengan Benar
Dagusibu Episode 3 : Cara Menyimpan Obat Dengan Benar
Dagusibu Episode 4 : Cara Membuang Obat yang Kedaluwarsa

11 komentar:

  1. Bila obat paten ngak terjangkau bisa di ganti yang generik atau obat lain yang isinya sama, atas persetujuan dokter yang memberikan resep


    BalasHapus
    Balasan
    1. iya betul mbak, terima kasih untuk tambahannya mbak :)

      Hapus
  2. Minum obat emang harus sesuai dg petunjuk filter, ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sesuai petunjuk dokter dan apoteker mbak :)

      Hapus
  3. Setuju aja si karna setiap orang pasti punya prinsip dan sisi pandang masing" hehe

    BalasHapus
  4. Bener mba makanya kalau kalau abis dapet resep suka mastiin ke apotekernya mengenai tata cara konsumsi obat. Yang mana yang harus dihabiskan. Yang mana yang boleh berenti kalau gejala sudah tidak ada. Dan apakah ada obat yang harus diberi jarak satu sama lain.

    BalasHapus
  5. Stigma yg ada di aku justru gini, "klo banyak minum obat efek ke ginjal dan sistem saraf lain gimana?"

    Itu bener ga sih mba, sesikit banyak munculnya stigma beginia. Juga dari pengaruh lingkungan yg ga bisa kita hindari

    BalasHapus
  6. Iya kadang kita sok tahu ya komentar kepada pasien, gawat banget kalau mereka terhasut dan malah menyetop obatnya. padahal harus dihabiskan...

    BalasHapus
  7. Betul mba, kan dokter sama apoteker juga udah menakar obat yang pas untuk kesembuhan pasien. Kadang suka bandel aja pasiennya, ngerasa udah sembuh jadi berhenti obatnya. Padahal obatnya harus sampai abis walaupun udah 'ngerasa' sembuh. Aku juga suka sayang, habis dari dokter, obatnya mahal, ada obat yg harus diabisin pasti aku abisin.. sesuai anjuran dokter aja pokokny

    BalasHapus
  8. wah, ternyata aku juga termasuk di dalamnya...klo ke dokter diberi obat, dan merasa udah enakan badannya trus berhenti minum obatnya, padahal harusnya dihabiskan apalagi klo antibiotik ya, Mbak..terima kasih informasinya, Mbak..

    BalasHapus
  9. Bener nih mbak. Ibu saya juga harus rutin minum obat karena menderita lupus. Info keren. Terima kasih, mbak

    BalasHapus

Everything About Ladya . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates