Senin, Februari 7

quarter life crisis
Quarter Life Crisis (indahladya.com)

Memasuki usia 20-an membuat kita semakin dekat dengan istilah quarter life crisis. Usia di mana kita dilanda kecemasan akan ekspektasi tentang masa depan. Entah itu dari segi karir, percintaan, atau bahkan hubungan pertemanan yang terkesan semakin mengerucut.

Mungkin salah satu dari kita sudah mulai memasuki fase quarter life crisis ini, sadar ataupun secara tidak sadar. Sayangnya, denial akan suatu hal yang kita rasakan membuat semua hal menjadi bias.

Apa itu Quarter Life Crisis?

Definisi Quarter Life Crisis
Definisi Quarter Life Crisis (indahladya.com)

Sebelum berbincang lebih jauh, mungkin sebagian dari kita akan berpikir “emang quarter life crisis itu beneran ada ya?”. Atau yang lebih ekstrem nya lagi, ada aja yang bakal kepikiran “ah itu mah akal-akalan orang yang ga bersyukur aja kali ya?”

Sayangnya quarter life crisis ini nggak melulu tentang kemampuan seseorang untuk bersyukur ataupun tidak bersyukur.

Quarter life crisis adalah periode saat orang berada di usia 20-30 tahun, masa-masa di mana seseorang bisa merasakan kekhawatiran, keraguan, dan kebingungan dalam menentukan tujuan hidupnya.

Quarter life crisis ini pun nggak melulu mengkhawatirkan tentang karir dan finansial aja. Ada begitu banyak hal yang bisa dikhawatirkan oleh seseorang yang mengalami fase quarter life crisis, contohnya masalah pertemanan, percintaan, pendidikan, dan bahkan hal-hal lain yang pastinya setiap orang memiliki concern nya masing-masing.

Tanda Kamu sedang Mengalami Quarter Life Crisis

Tanda Quarter Life Crisis
Tanda Quarter Life Crisis (indahladya.com)

“Kok hidup aku kayak cuma buat nyenengin orang lain doang?”

“Pilihanku ini udah tepat belum sih?”

“Kok aku ngerasa nggak bahagia ketika menjalani pilihan hidupku sendiri ya?”

“Kok rasanya bosen ya?”

“Kok dia udah bisa begini begitu, sedangkan aku belum?”

Itu kan yang saat ini terlintas di pikiranmu?

Sedikit kutipan dari ribuan pertanyaan yang menghantuimu saat ini, itulah yang menjadi tanda bahwa kamu mulai memasuki fase quarter life crisis.

Perasaan tidak bahagia saat menjalani suatu hal yang sebenarnya sudah kamu pilih secara sadar, rasa bosan dan amarah yang seringkali nggak tersalurkan dengan baik, serta rasa minder akan pencapaian orang lain mungkin sudah cukup menjelaskan tanda dari quarter life crisis itu sendiri. So, bagian mana yang membuatmu merasa relate dengan keadaanmu saat ini?

Ekspektasi, Penyebab Quarter life crisis Paling Utama

Penyebab Quarter Life Crisis
Penyebab Quarter Life Crisis (indahladya.com)

Berbincang mengenai tanda dan makna dari quarter life crisis, mungkin akan membuat sebagian dari kita bertanya-tanya “emangnya apa sih penyebab quarter life crisis itu?”.

“Trigger yang seperti apa sih yang membuat kita pada akhirnya jatuh dalam suatu kecemasan akan hal menakutkan yang sebenarnya belum tentu terjadi?”

Dan menurutku, cukup satu hal yang bisa menjawab semua pertanyaan tersebut, ekpektasi!

Yap, ekspektasi!

Ekspektasi terkadang bisa menjadi satu-satunya alasan agar seseorang bertahan, yaa sebagaimana motivasi awal untuk menempuh tujuan akhir ketika kamu memulai suatu hal baru kan?

Sayangnya, ketika kita tidak bisa membatasi ekspektasi yang terlalu tinggi membuat kita pada akhirnya jatuh pada kejenuhan dan kecemasan selama menjalani pilihan hidup kita sendiri. Pilihan hidup yang sebenarnya sudah kita tentukan sejak awal dengan kesadaran penuh.

Ekspektasi ini pun terkadang nggak cuma datang dari diri kita sendiri. Ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada ekspektasi orang lain terhadap dirinya.

“Emang beneran ada orang yang kayak gitu?”

Wah, kalau kamu berpikir demikian, selamat! Karena berarti kamu bukan salah satu bagian dari orang-orang yang belum beruntung ini.

Namun, sebagai salah satu bagian dari orang-orang yang “belum beruntung” ini, aku hanya ingin menyampaikan, bahwa sebenarnya ekspektasi orang lain terhadap diri kita lah yang terkadang membuat hidup ini terasa lebih sulit dari yang seharusnya.

Mungkin nggak semua dari kita yang dibebankan ekspektasi oleh lingkungan sekitarnya, nggak sedikit juga yang dikasih kebebasan penuh dalam menentukan tujuan hidupnya tanpa harus bersandar pada ekspektasi orang lain. Sayangnya, ungkapan ini tetap nggak bisa menghilangkan fakta bahwa seseorang yang hancur karena ekspektasi orang lain terhadap dirinya is still exist today.  

Cara Mengatasi Quarter Life Crisis

At the end, setelah kamu tahu bahwa kamu sedang mengalami fase quarter life crisis, so what should we do next?

“Terus, aku harus gimana nih?”

Keep calm, karena kamu bukan satu-satunya orang yang terjebak dalam krisis kehidupan yang satu ini. Aku, dengan sebagian besar orang lainnya yang juga pada akhirnya nggak denial lagi sama apa yang dia rasain saat ini, juga bisa untuk mengatasi masalah ini secara bersama-sama.

Sabar dan bersyukur, meskipun bukan menjadi solusi satu-satunya, memang tetap menjadi dua hal yang gak terpisahkan selama mengatasi dan menghadapi quarter life crisis. Namun, bukan berarti hal ini akan membuatmu terus berpasrah dan meratapi jalan kehidupan yang kamu pilih saat ini.  

Mengatasi Quarter Life Crisis
Mengatasi Quarter Life Crisis (indahladya.com)

Ada begitu banyak cara yang bisa membuatmu lebih tenang dalam menghadapi quarter life crisis. Berikut beberapa hal yang bisa kamu coba terapkan.

1. Belajar Memahami Tujuan Hidup Lebih Dalam

Hal pertama yang bisa kamu coba renungkan adalah tujuan hidupmu saat ini. Setiap orang pasti memiliki concern tersendiri mengenai tujuan hidupnya.

Mungkin kamu bisa mulai bertanya-tanya “apakah tujuan hidup yang kamu pilih saat ini sudah benar-benar membuatmu bahagia?”

Karena ketika kamu mencoba untuk lebih memahami makna dan tujuan hidupmu sendiri, maka kamu pun akan menjadi lebih mudah untuk menghadapi quarter life crisis yang sebenarnya.

Misalnya, kamu punya impian untuk berprofesi sebagai seorang dokter, kira-kira kamu bakal bahagia nggak nih kalo kamu akan selamanya berhadapan dengan pasien yang pastinya punya karakter yang berbeda-beda? Kamu sanggup nggak harus menunggu sedikit lebih lama untuk menyelesaikan proses studimu? Kamu sanggup nggak kalau selamanya akan berada di rutinitas yang sebenernya udah kamu tau sejak awal?

Dengan membedah tujuan hidup kita menjadi poin-poin yang lebih kecil, tentu akan membuatmu lebih siap dan bahagia selama menjalani setiap proses yang ada.

2. Membatasi Ekspektasi terhadap Orang Lain

“People come and go, that’s life”

Pernah dengar kutipan di atas? Yap, mungkin ada kalanya kamu menaruh sebuah harapan besar pada seseorang yang kamu yakini bisa berada di sisimu selamanya. Kamu menggantungkan semua harapanmu ke dia, you do everything for him, bahkan kamu nggak pernah mikirin sebenernya kamu tuh bahagia atau nggak.

Entah itu konteksnya ekspektasi ke orang tua, suami atau istri, anak, atau bahkan teman yang katanya udah bestie banget deh. Padahal, nggak ada yang tau loh kapan orang-orang yang kamu ekspektasikan ini akan pergi meninggalkanmu.

Pada akhirnya manusia akan sendiri, entah berpisah karena keadaan atau berpisah karena kematian. Jadi, ketika kamu berekspektasi terlalu besar pada seseorang, maka bersiaplah kamu pun akan merasakan kehilangan yang sangat besar ketika orang-orang ini pergi dari sisimu.

3. Pasang Boundaries untuk Orang Sekitarmu

Ketika mengalami quarter life crisis, biasanya kebahagiaan kita dan orang lain di sekitar kita tuh terlihat lebih bias. Kadang kita nggak tahu kita ngelakuin suatu hal karena memang kita bahagia atau supaya orang lain ngeliat kita bahagia. See the difference?

Terkadang kita berusaha terlalu berlebihan untuk bisa disukai sama orang lain, padahal kebahagiaan orang lain bukan menjadi tanggung jawabmu. Bahagia itu adalah tanggung jawab diri kita masing-masing.

Bukan berarti jahat loh. Soalnya, ketika kita mengusahakan yang terbaik untuk orang lain, terkadang kita jadi jahat sama diri kita sendiri. Kita nggak berani buat nolak, takut banget buat say “no!”, hanya supaya orang suka sama diri kita. Yang pada akhirnya membuat kita berekspektasi bahwa orang ini juga akan melakukan hal yang sama ke kita, yang lagi-lagi sayangnya nggak terrealisasi demikian.

Sakit? Iya pasti! Kembali lagi, sometimes expencation kills you. Jadi, berbuat baiklah secukupnya tanpa harus mengorbankan dirimu. Kenali rasa sakitmu. Ketika kamu ngelakuin suatu hal untuk orang lain dan kamu merasa sakit, please stop!

Pasang boundaries dari lingkungan sekitarmu, jangan sampai kita lupa bahwa sebelum membahagiakan orang lain, kamu juga punya perasaan yang sebenernya jadi tanggung jawab utamamu, bukan tanggung jawab orang lain.

4. Mengenal Batas Kemampuan Diri

Hidup di sosial media terkadang membuat kita jadi gampang lelah. Lelah ketika membandingkan diri dengan pencapaian milik orang lain, lelah dengan jalan hidup orang yang selalu terlihat lebih mudah, yang sebenernya kita juga bisa mencapai poin yang sama, hanya saja dalam waktu yang tidak sama.

Kutipan Quarter Life Crisis
Kutipan Quarter Life Crisis (indahladya.com)

Sebelum memasuki fase quarter life crisis ini, aku selalu berekspektasi bahwa semua bisa berada dalam satu genggaman tanganku sebelum aku berumur 25 tahun. Sebagaimana “target hidup” orang pada umumnya kan?

Sayangnya, semakin kesini beberapa ekspektasi yang gak realistis tersebut emang belum bisa terwujud. Dan kalau aku harus memaksakan hal tersebut, maka yang datang hanyalah keterpaksaan dan ketidakbahagiaan.

Sebaliknya, ketika kita mencoba menjalani hidup dengan lebih tenang, maka kamu akan menemukan banyak jawaban dari pertanyaan-pertanyaanmu selama ini “kok aku belum bisa punya ini itu ya kayak dia sekarang?”.

Tahan, karena pertanyaan tersebut nggak akan terjawab sekarang, sampai akhirnya kamu menemukan satu titik yang membuatmu bersyukur karena sesuatu yang kamu inginkan tersebut akan selalu datang di saat yang paling tepat.

5. Hiduplah di Masa Sekarang

Hal utama yang membuat kita dilanda kecemasan dan kekhawatiran adalah praduga-praduga kecil akan masa depan kita.

“Nanti kalau aku udah pensiun, aku dapet pemasukan dari mana dong?”

“Nanti kalau aku belum punya pasangan sampe umur 30 tahun, gimana dong?”

“Nanti kalau pekerjaanku nggak bisa mencukupi kebutuhanku, gimana dong?”

Dan masing banyak lagi perandai-andaian akan masa depan yang sebenarnya nggak semenakutkan itu. Hanya saja dramatisir dari praduga yang kita rancang di kepala kita membuat masa depan terlihat begitu menyeramkan.

Kamu pasti pernah merasa ketakutan ketika membayangkan dunia perskripsian di saat kamu masih semester 1 saat itu. Iya apa iya?

Terus, nyatanya gimana? Udah lewat kan? Meskipun dengan jerih payahmu memperjuangkan skripsimu saat itu, tapi nyatanya kamu berhasil melewati semuanya dengan baik. Dan rasa takut yang kamu khawatirkan kemarin, tinggal menjadi sebuah cerita yang dikenang kan?

Mempersiapkan masa depan itu penting, saangat penting. Tapi, ketika hal tersebut malah membuatmu memiliki rasa cemas dan khawatir yang berlebih, hal inilah yang justru membuatmu merasa tidak bahagia ketika menjalani masa sekarang.

Padahal, kamu hidup di masa sekarang, bukan di masa lalu, atau pun masa depan. Fokus pada apa yang ada di depan matamu saat ini, karena cara terbaik untuk menghadapi masa depan adalah dengan mempersiapkannya sebaik mungkin. Usahakan yang terbaik untuk masa depanmu tanpa harus mengorbankan dirimu di masa ini.

Menghadapi quarter life crisis mungkin nyatanya memang nggak semudah ketikan para blogger seperti aku ini. Namun, percayalah, semua hal baik akan datang di waktu yang terbaik juga.

Khawatir itu wajar, tapi ketika hal tersebut sudah mengganggu kehidupanmu saat ini, maka sudah saatnya untuk mengevaluasi kembali demi mempertahankan kewarasan dirimu saat ini. Semoga dengan tulisan ini, kamu bisa menghadapi quarter life crisis ini dengan lebih mudah ya!

Everything About Ladya . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates