Jumat, Juli 9

Parenting Sex Education
Sex Education (indahladya.com)

Sex education atau pendidikan seks, sebagaimana hal yang hingga saat ini masih terdengar cukup tabu di Indonesia. Sebagian orang tua percaya bahwa pendidikan seks yang terlalu dini sebetulnya belum benar-benar dibutuhkan oleh sang anak. Sebagaimana usia pubertas anak yang biasanya baru dimulai sejak usia 9-14 tahun. Lantas, sebelum menginjak usia tersebut, apakah pendidikan seks ini benar belum dibutuhkan?

Pendidikan Seks yang Masih Terlalu Tabu

Kamu pasti masih mendengar beberapa anak yang mengungkapkan bagian genitalnya dengan bahasa-bahasa aneh, yang terkadang kita sendiri tidak begitu paham apa maknanya. Kata-kata seperti “burung”, “monas”, “dompet”, dan lain sebagainya. Why not make it simple? Sebegitu sulitkah untuk memberitahu bagian genital dari sang anak tanpa perlu mengganti nama yang sebenarnya?

Sex Education Pertamaku

Aku dilahirkan di sebuah keluarga yang mana pendidikan seks itu tidak bersifat tabu, jadi aku tidak pernah diajarkan untuk mengubah nama dari bagian alat genitalku dengan kosakata aneh yang sulit dimengerti. Mungkin aku memang bukan seorang anak yang diajarkan pendidikan seks sejak dini (0-5 tahun), namun setidaknya aku telah mendapatkan hal tersebut di usia menjelang masa pubertasku.

Aku masih sangat ingat ketika mama menjelaskan bagaimana proses menstruasi itu terjadi, padahal saat itu aku belum mengalami menstruasi pertamaku. Tapi, dampak baiknya adalah ketika aku mengalami menstruasi pertamaku, aku udah nggak perlu kaget lagi dengan hal yang mungkin jika tidak dijelaskan sejak awal oleh orang tuaku justru menimbulkan kepanikanku tersendiri.

Jadi, menurutku pendidikan seks itu tidak sekaku yang orang lain bayangkan. Kamu bisa menyederhanakan pendidikan seks itu sedemikian rupa yang tentunya menyesuaikan usia anak pada saat itu.

Dan poin pentingnya adalah, semakin teredukasi seorang anak akan pendidikan seks sesuai usianya, maka semakin kecil kemungkinan anak ini akan mencari tahu hal yang membuat ia penasaran di luar pengawasan orang tuanya.

Pola Asuh Untuk Generasi Alpha

Seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, berbagai informasi begitu cepat untuk didapatkan oleh siapa saja, tidak mengenal latar belakang pendidikan, gender, apalagi usia.

Di era yang serba cepat inilah orang tua, yang saat ini didominasi oleh generasi milenial, pastinya memiliki tantangan tersendiri dalam melakukan pengawasan terhadap anak mereka yang saat ini didominasi oleh generasi alpha.

Siapakah Generasi Alpha dan Siapakah Generasi Milenial?

Sebelum generasi alpha, ada beberapa generasi lain yang telah lahir mendahului mereka. Yang pertama yaitu generasi baby boomer. Baby boomer adalah mereka yang lahir pada tahun 1946-1964. Dilanjutkan dengan generasi X yang lahir pada tahun 1965-1976.

Generasi yang selanjutnya yaitu generasi yang paling sering kita dengar kosakatanya sehari-hari, yaitu generasi milenial. Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada tahun 1977-1995, jadi diperkirakan saat ini sebagian besar generasi milenial berada di usia produktif yaitu di atas 26 tahun.

Dilanjutkan dengan generasi Z yang lahir pada tahun 1996-2010. Kemudian muncul post Z generation atau yang dikenal sebagai generasi alpha yang lahir setelah tahun 2010. Jadi, diperkirakan saat ini generasi alpha berada di usia 0-10 tahun.

Nah, dari setiap generasi tersebut, pastinya memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga sesuatu yang mungkin works pada generasi milenial belum tentu works di generasi alpha saat ini. That’s why pentingnya penyesuaian mengenai banyak hal, terutama dalam hal parenting ini sendiri.

Karakter Generasi Alpha

Karakter Generasi Alpha
Karakter Generasi Alpha (indahladya.com)

Ada begitu banyak cara untuk mendapatkan informasi yang sesuai untuk diterapkan dalam pola asuh yang akan kita pilih. Salah satunya tentu melalui website yang memuat artikel informatif mengenai parenting, seperti www.ibupedia.com.

Dikutip dari ibupedia.com, “kita sekarang tinggal dalam VUCA world. VUCA yang merupakan singkatan dari Volatility (bergerak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks), dan Ambiguous (ambigu) sangat menggambarkan dunia masa depan di mana teknologi semakin maju, informasi sangat banyak dan tidak terbatas, persaingan semakin kompetitif, serta perubahan yang terjadi sangat cepat dan sulit terprediksi.”

Berdasarkan kutipan tersebut, pasti udah mulai kebayang dong bahwa generasi alpha ini akan tumbuh menjadi generasi yang istimewa di era yang serba cepat ini.

Generasi Alpha Sebagai Generasi Paling Terdidik

Saat ini generasi alpha sedang berada pada masa pertumbuhan, dimulai dari usia 0-10 tahun. Namun, beberapa artikel telah menyetujui bahwa generasi ini akan tumbuh menjadi generasi yang paling terdidik.

Sebagaimana penyediaan informasi yang sangat lengkap disertai dengan semua kemudahan dalam proses pengaksesannya, generasi alpha akan memiliki knowledge yang lebih dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Nah, nggak cuma sampai disitu, berikut ini beberapa karakteristik generasi alpha lainnya yang perlu kamu ketahui.

  • Technology Well-Literated

Berbeda dengan generasi dari orang tua mereka yang didominasi oleh generasi milenial dimana perkembangan teknologi baru saja dimulai, generasi alpha terlahir sebagai generasi dengan kemajuan teknologi dan komunikasi yang semakin mumpuni. Jadi, perkara literasi mengenai teknologi ini sepertinya tidak akan menjadi masalah pada generasi alpha, bukan?

  • Tidak Terprediksi dengan Mudah

Sebagaimana kutipan yang sebelumnya, generasi alpha yang saat ini masih berada di usia 0-10 tahun belum menunjukkan begitu banyak karakteristik secara pasti. Terlebih lagi mereka dilahirkan di era serba cepat, di mana teknologi dan informasi berkembang begitu pesat sehingga mereka akan dituntut sebagai generasi yang dapat terus bergerak menyesuaikan perubahan yang ada nantinya.

  • Masa Kanak-Kanak yang Berbeda

Mungkin sebagian besar generasi milenial masih mengalami masa kanak-kanak di mana kita bebas bermain di tengah lapangan, atau mungkin sekedar berbincang-bicang dengan teman sebaya di luar ruangan.

Berbeda dengan generasi milenial tersebut, generasi alpha dilahirkan dengan teknologi dan media sosial sebagai mode interaksi sosial mereka. Jadi, kalau kamu sempat berpikir untuk “meniadakan smartphone” dalam list kebutuhan mereka sepertinya tidak akan begitu berhasil, ditambah lagi dengan kebutuhan dunia online demi menunjang pendidikan mereka selama pandemi saat ini.

Pengenalan Pendidikan Seks Untuk Generasi Alpha

Nah, setelah berbincang panjang lebar, mari kita masuk ke topik utamanya. Demi menyesuaikan pola asuh terhadap generasi alpha dengan semua keistimewaan yang ada, sebagai orang tua pastinya kita memerlukan strategi yang tepat. Salah satunya dalam hal memberikan pengenalan terhadap pendidikan seks sejak dini kepada anak.

Sejak Usia Berapa Pendidikan Seks Mulai Diperlukan?

Generasi alpha yang saat ini berada di kisaran usia 0-10 tahun tentunya mulai membuat para orang tua mereka bertanya-tanya, “kira-kira anak saya udah bisa mulai diberikan pendidikan seks belum ya?”.

Dikutip dari ibupedia.com, “memberi informasi pada anak sejak dini dinilai lebih baik daripada terlambat. Memberi pendidikan seks seperti ini diharapkan bisa menyelamatkan anak dari bahaya pelecehan seks, pun, anak bisa membantu temannya juga dari bahaya ini.”

Jadi, pendidikan seks ini bisa diberikan sedini mungkin, dan tidak harus menunggu mereka mengalami pubertas dulu ya!

Anak Laki-Laki dan Perempuan Membutuhkan Pendidikan Seks yang Sama

Kendala Saat Pendidikan Seks
Kendala Saat Pendidikan Seks pada Anak (indahladya.com)

Next, permasalahan yang biasa muncul setelahnya adalah perihal pendidikan seks berdasarkan gender. Dikutip dari sebuah jurnal yang berjudul The Role of Parents in Providing Sexuality Education to Their Children, “beberapa orang tua mengungkapkan bahwa mereka lebih nyaman ketika mengedukasi anak remaja perempuan mereka mengenai pendidikan seksual dibandingan dengan ketika mengedukasi anak remaja laki-laki mereka.”

Sebagaimana hal yang biasa kita temui adalah para orang tua berbondong-bondong untuk menanamkan awareness pada anak perempuannya perihal virginity, namun terkadang lupa menanamkan awareness pada anak laki-laki mereka sendiri.

Padahal seharusnya tidak ada gender manapun yang harus lebih diprioritaskan, karena para orang tua memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan seks pada anak dengan gender laki-laki ataupun perempuan.

Pendidikan Seks Pada Anak Berdasarkan Usia

Pendidikan Seks Berdasarkan Usia
Pendidikan Seks Berdasarkan Usia (indahladya.com)

Nah, setelah memahami urgency dari pemberian pendidikan seks sejak dini pada anak, berikut ini beberapa tips yang bisa kamu gunakan ketika akan memberikan pendidikan seks pada anak berdasarkan rentang usianya.

Usia 0-5 Tahun (NICE: Name It, Claim, Explain)

Pada usia 0-5 tahun, tidak ada begitu banyak hal mendalam yang perlu kita kenalkan kepada anak mengenai pendidikan seks. Namun, pengenalan pendidikan seks sudah bisa dimulai sejak rentang usia ini dengan menggunakan metode NICE (Name It, Claim, Explain).

Metode NICE ini memungkinkan para orang tua untuk menjelaskan anggota tubuh anak, termasuk bagian genitalnya. Dimulai dari kepala, tangan, kaki, hingga alat kelaminnya. Beri tahu mereka nama yang sebenarnya (proper name) dari alat kelamin yang mereka miliki. Hindari penggunaan kosakata aneh selain dari nama yang sebenarnya.

Setelah memberitahu nama dari anggota tubuh mereka, para orang tua juga bisa mulai mengenalkan perbedaan laki-laki dan perempuan. Sederhananya, di usia saat ini di mana anak masih diperbolehkan untuk mandi bersama dengan orang tuanya, maka kamu bisa mulai menjelaskan kepada mereka. Jika anakmu perempuan maka ia memiliki genital yang sama dengan ibunya, sedangkan jika anakmu adalah seorang laki-laki maka ia memiliki genital yang sama dengan ayahnya.

Baca Juga : Sampai Kapan Orang Tua Boleh Mandi Bareng Anak? by ibupedia.com

Dan hal paling penting yang perlu kamu perhatikan yaitu jangan lupa untuk menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Apabila anak sudah bisa mulai berbicara ( 2 tahun), ajak mereka bicara dengan obrolan ringan seperti contohnya :

“Namanya siapa?” - “Lisa”

“Lisa umurnya berapa?” - “4 tahun”

“Lisa laki-laki atau perempuan?” - “perempuan”

“Kalau mama, laki-laki atau perempuan?” - perempuan”

“Kalau papa, laki-laki atau perempuan?” - “laki-laki”

“Jadi, Lisa sama seperti papa atau mama?” - “mama"

Yap, kurang lebih begitu contoh pengenalan pendidikan seks pada usia dini yang bisa kamu coba terapkan. Nggak sulit kan?

Usia 6-8 Tahun (Metode Kertas Tempel)

Selanjutnya, pada usia 6-8 tahun kamu bisa mulai memberi edukasi mengenai batasan-batasan antara laki-laki dan perempuan. Pada usia ini juga kamu bisa melanjutkan metode NICE dengan lebih mendalam lagi.

Kenalkan pada anak area tubuh bagian mana yang boleh disentuh oleh orang lain (termasuk kamu sebagai orang tuanya) dan tubuh bagian mana yang tidak boleh disentuh oleh orang lain selain dirinya sendiri.

Mengenal Bagian Tubuh
Mengenal Bagian Tubuh Anak (indahladya.com)

Beberapa waktu lalu, aku pernah menemukan seseorang yang membagikan cara ia dalam mengenalkan pendidikan seks sejak dini pada anaknya. Sayang sekali karena saat itu aku belum berinisiatif untuk mengabadikan informasi tersebut. Who knows, pada saat ini aku baru mulai mempelajari bahwa hal ini memang sangat penting untuk menjadi perhatian baik oleh seseorang yang telah menjadi orang tua maupun sebagian lainnya yang tengah mempersiapkan diri sebagai calon orang tua.

Hal yang sempat aku notice pada saat itu adalah cara ia menampilkan dummy atau alat peraga pada anaknya berupa boneka. Kebetulan karena anaknya adalah seorang perempuan maka alat peraga yang digunakan adalah boneka barbie. Pada boneka barbie tersebut ia memasang tanda, berupa kertas berbagai warna yang ditempelkan pada beberapa bagian tubuh boneka barbie tersebut.

Kertas yang berwarna hijau ditempelkan pada bagian telapak tangan, yang menandakan bahwa bagian tubuh ini diperbolehkan untuk disentuh oleh orang lain selain dirinya sendiri. Selanjutnya, kertas yang berwarna kuning ditempelkan pada bagian tubuh barbie berupa perut dan leher yang menandakan sang anak harus berhati-hati ketika seseorang menyentuh bagian ini tanpa maksud yang jelas.

Yang terakhir, kertas berwarna merah ditempelkan pada bagian tubuh yang sensitif seperti dada dan alat kelamin. Hal ini diartikan bahwa bagian tubuh ini tidak diperbolehkan untuk disentuh oleh siapapun selain dirinya sendiri. Nah, kamu sebagai orang tua perlu meminta izin ketika kamu perlu menjangkau bagian tubuh yang sensitif ini. Contohnya meminta izin ketika akan membantunya melepaskan dan memakaian pakaian pada anak.

Usia 9-12 Tahun (Dampingi Anak dalam Dunia Online)

Usia selanjutnya adalah usia 9-12 tahun, di mana anak sudah mulai aktif sebagai pengguna media sosial. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, generasi alpha adalah generasi yang lahir dengan perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat, sehingga smartphone (teknologi) melalui media sosialnya adalah mode interaksi sosial bagi mereka.

media-sosial-anak
Dampingi Anak dalam Media Sosial (indahladya.com)

Pada usia ini coba untuk mulai menjelaskan batasan-batasan ketika menggunakan media sosial berbasis online tersebut. Kamu juga bisa mendampingi anak ketika mulai mengakses media sosial miliknya. But, remember, no shame no blame. Jangan buru-buru panik ketika anak mulai aktif di media sosial miliknya. Karena saat-saat inilah trust dari seorang anak kepada orang tua mereka mulai harus menjadi perhatian penting.

Kamu juga bisa mulai mempersiapkan anak-anakmu ketika nantinya mengalami pubertas. Jelaskan bahwa perubahan fisik pada tubuh mereka, terutama pada bagian genitalnya, adalah hal yang wajar. Jika anakmu adalah seorang perempuan, jelaskan padanya mengenai cara kerja dari menstruasi. Dan jika anakmu adalah seorang laki-laki jelaskan bahwa ereksi dan ejakulasi adalah hal yang normal.

Dalam fase ini biasanya kamu akan lebih dipermudah ketika ayah menjelaskan kepada anak laki-lakinya mengenai pubertas yang terjadi pada laki-laki dan ibu berperan untuk menjelaskan kepada anak perempuannya mengenai pubertas yang terjadi pada perempuan.

Usia 13-18 Tahun (Tanamkan Trust pada Anak dan Orang Tua)

Pada usia remaja ini anak biasanya semakin memiliki rasa ingin tahu yang lebih tinggi. Lagi-lagi, trust antara anak dan orang tua sangat penting dalam membangun relasi antara orang tua dan anak.

Sebagai orang tua, kamu bisa mulai mengajak mereka berdiskusi mengenai sexual issues dan tanggung jawab mereka dalam sexual relations. Beri mereka edukasi mengenai beberapa penyakit yang dapat menular melalui aktivitas seks seperti klamidia, sifilis, dan gonore. Hal ini tentunya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti contohnya kehamilan yang tidak diinginkan atau bahkan penyakit seks menular itu sendiri.

Usia > 18 Tahun (Be Open!)

Pendekatan Anak dan Orang Tua
Pendidikan Anak dan Orang Tua (indahladya.com)

Pada usia di atas 18 tahun, anak cenderung merasa dirinya menjadi jauh lebih dewasa. Dan tentunya kamu harus mulai memberikan privasi kepada mereka. Namun, sama seperti poin yang sebelumnya, trust adalah hal yang penting dalam hal ini. Jadi, usahakan untuk membangun kedekatan antara anak dan orang tua dengan cara tidak terburu-buru men-judge mereka yang mungkin secara emosi memang belum stabil.

Apabila anak merasakan bahwa mereka membutuhkanmu sebagai orang tua, maka ia tidak akan mencari informasi yang membuatnya penasaran di luar pengawasanmu. You’ll be the first person that they asked!

Dampak Positif Anak dengan Sexual Well-Literated

Menyusun strategi ketika akan mengenalkan pendidikan seks sejak dini pada anak bukanlah hal yang sia-sia. Ada begitu banyak hal yang sangat bermanfaat bagi kamu sebagai orang tua dan anak-anakmu nantinya.

Seperti yang telah kita tahu, semakin teredukasi seorang anak mengenai pendidikan seksual sesuai usianya, maka semakin rendah kemungkinan mereka untuk mengalami kejahatan seksual.

Sebagaimana salah satu edukasi yang kita berikan seperti halnya mana anggota tubuh yang boleh disentuh oleh orang lain dan mana anggota tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Pendidikan dasar seperti ini tentunya akan sangat bermanfaat loh, karena mereka akan menjadi lebih aware terhadap kepemilikan anggota tubuh mereka sendiri, terutama bagian genitalnya.

Pendidikan Seks Sejak Dini
Pendidikan Seks Sejak Dini (indahladya.com)

Selain itu, pendidikan seks pada anak mengenai pubertas, seperti perubahan fisik dan juga menstruasi ataupun ejakulasi, akan membuat anak menjadi lebih teredukasi sehingga tidak panik ketika mengalamai masa pubertasnya tersebut. Sebagaimana aku yang merasa sangat beruntung memiliki orang tua yang menanamkan awareness terhadap pubertas bahkan sebelum aku mengalaminya sendiri. This would be a great poin for you as a parent!

Pesan Terbuka Bagi Semua Calon Orang Tua Hebat

Last but not least, menjadi orang tua berarti siap untuk menjadi pembelajar seumur hidupnya. Kita mungkin tidak bisa menjadi orang tua yang sempurna, tapi kita tetap bisa untuk terus berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita nantinya.

Tidak ada yang salah dari pola asuh yang tengah kamu perjuangkan, namun tidak ada salahnya juga untuk mulai berintrospeksi diri demi mempersembahkan yang terbaik untuk anakmu, bukan?

Pendidikan seks bukanlah hal yang tabu, karena jika kamu mengenalkannya dengan benar dan sesuai dengan usia mereka, maka kelak kamu akan berterimakasih pada dirimu sendiri karena telah menanamkan awareness ini yang sangat berguna bagi para anak-anak ini nantinya. No Shame No Blame, and Do the Best For Your Child!


Referensi :

Abdullah, 2020, The Role of Parents in Providing Sexuality Education to Their Children, Makara J Health Res., 24 (3): 157-163.
www.ibupedia.com
www.liesaboutparenting.com

18 komentar:

  1. Bagus tulisannya mba.. bener di era sekarang ini sprtinya pendidikan seks untuk anak bukan hal tabu seperti generasi2 yang dahulu kyanya jarang terpapar masalah ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, mengingat sekarang makin maraknya kasus pelecehan seksual justru harus bikin ortu makin aware sama masalah ini🥲

      Hapus
  2. Pendidikan seks di tambah dengan pendidikan agama itu sangat mendukung sekali. Apalagi menyangkut usia baligh nantinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap betul, jadi pendidikan seks ini secara teori ini perlu dikunci juga dengan pendidikan agama yang menyertainya :)

      Hapus
  3. Wah.. ini saya malah baru tahu lho kalau ada 'monas' dan 'dompet' hehe.

    Kalau saya dari umur 1 tahunan keatas sudah saya kasih lihat video yg ada lagu 'sentuhan boleh sentuhan tidak boleh'.

    Dan utk anak yg mau puber saya belikan buku-buku seputar puberty.

    Eh.. tapi kalau saya dirumah kasih tau alat kelamin itu: 'tempat pipis'. Itu juga ga tepat ya? Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, sekarang kata-kata kiasannya makin aneh-aneh, saya juga sempet kaget sebelumnya, hihi.

      Gapapa mbak pakai kosakata "tempat pipis", karena mengarah ke arti yang sama sebenarnya. Berbeda dengan monas dkk yang artinya udah beda kan ya, hehe. Tinggal nanti bisa dikembangkan kosakatanya sesuai usia anak saja😊

      Hapus
  4. Dulu saya sempat menyimak live IG yang membahas ttg pendidikan seks pd anak. Tapi lupa tdk dicatat 🙈 anak sekarang pinter pinter. Bahkan saya baru tau ada singkatan2 tertentu. Misal PIR (Parent In Room) biasa digunakan oleh anak yg sedang chat seks dgn lawan jenis, dan memberitahu temannya itu bahwa ortunya masuk kamar. Jd mksdnya chat seks nya udahan dulu. Dan mash banyak singkatan2 lainnya. Saya bener2 kaget banget pas tau hal itu, mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah betul mbak, anak sekarang udah makin pinter pinter kan. Jadi kita sebagai orang tua harus lebih pinter lagi nih update informasinya. By the way thankyou untuk sharing ilmunya mbak, seneng jadi bisa sama-sama belajar, hihi

      Hapus
  5. Nambah pengetahuan,nih, Mbak Indah. Alhamdulillah orang tua saya memberikan edukasi sesuai makna sebenarnya, menggunakan bahasa jawa.

    Aku pernah lihat buku pekerjaan salah satu anak lesku. Ada pelajaran yang secara tersirat mengarah ke pendidikan seks. Ada gambar siluet orang gitu, lalu anak-anak diminta memberi tanda silang dan ceklist bagian anggota tubuh mana yang boleh disentuh dan tidak oleh orang lain. Pendidikan seks emang sesuatu yang urgent, mbak. -Ami-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, keren nih kalau ada buku begini. Membantu banget untuk anak-anak supaya bisa mengenal pendidikan seks sejak dini.

      Hapus
  6. Wah bagus banget pembahasan nya mba. Aku setuju untuk sex education. Sayangnya ini masih tabu, makanya itu harus dipantau dari ortu, dan harusnya sih sekolah juga turut serta dalam hal ini~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, sebaiknya ortu yang jadi tempat anak bertanya pertama mengenai sex education ini. Khawatir nanti kalau anak penasaran justru bertanya ke sembarang orang gitu, huhu.

      Hapus
  7. Terima kasih untuk tambahan ilmunya mbak Ladya..
    setuju banget dengan pernyataan mbak dalam pendidikan sexs untuk anak laki-laki dan perempuan.. ke-tabuan yang ada dimasyarakat membuat anak-anak malu untuk bertanya, dan pastinya berbahaya banget untuk belajar mengenai hal-hal berbau seks di dunia digital (kerena kemudahan akses).. jadi awareness itu penting banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, jadi lebih khawatir kalo mereka nyari sendiri gitu kan :(

      Hapus
  8. informatif sekali, mbaa. aku sempet kepikiran juga gimana caranya ngenalin sex education ke anak2ku nanti dengan penyampaian yg senatural mungkin, ternyata ada step2nya yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, betul, bisa disesuaikan dengan usianya saja mbak, hihi.

      Hapus
  9. wuaaahh.. aku pun sedag cari2 artikel macam ini mba, anakku laki2 udah preteen, kelakuannya masih manja dan minta peluk sih kl tidur tapi umurnya udah 10 tahun,yang artinya tetep harus aku persiapkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, semoga artikelnya bisa membantu ya, semangat!

      Hapus

Everything About Ladya . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates