Senin, Januari 1

citra-negatif-generasi-z
Citra Negatif Generasi Z, si Paling Butuh Healing (indahladya.com)

Hadirnya citra negatif generasi Z berdasarkan opini dari generasi-generasi sebelumnya, membuat generasi Z seringkali terlihat buruk di pandangan masyarakat saat ini. Belum lagi munculnya istilah-istilah terbaru yang seolah melekat dengan generasi Z itu sendiri. Mulai dari si paling butuh healing, si paling rapuh, si paling pilih-pilih kerjaan, dan masih banyak lagi.

Tapi, sebelum itu, udah pada tahu belum sih siapa sebenarnya Generasi Z itu?

Siapa Itu Generasi Z?

“Members of Gen Z, according to Beresford Research, were born between 1997 and 2012”

 – usatoday.com –

Meskipun ada pendapat berbeda lainnya mengenai siapa sebenarnya generasi Z itu, namun beberapa artikel sepakat menyatakan bahwa generasi Z adalah generasi yang lahir di akhir tahun 90an sampai awal tahun 2000an.

Nah, generasi Z ini lahir sebelum generasi Alpha dan setelah generasi Milenial yang lahir sebelum tahun 1997. Tentunya kita masih inget dong sama stigma negatif Baby Boomers dan Gen X terhadap Generasi Milenial terdahulu?

Penyebab Hadirnya Generation Gap

Kalau dulu sih, katanya generasi milenial ini adalah generasi yang gak paham sama arti kerja keras, terlalu mengharapkan hasil yang instan, serta kurang bisa menghormati generasi yang lebih tua dari mereka, yang tidak lain dan tidak bukan adalah generasi-generasi sebelumnya seperti Baby Boomers dan Gen X.

Nah, di era saat ini ternyata stigma negatif dari Generasi Milenial ini perlahan bergeser ke arah yang lebih baik, terlebih ketika beberapa Generasi Milenial pada akhirnya berhasil menemukan inovasi-inovasi baru di tempat mereka bekerja. Bahkan saat ini udah gak sedikit Generasi Milenial yang menciptakan lapangan kerja baru lewat bisnis-bisnis startup yang mereka mulai.

Sayangnya, hadirnya Generasi Z yang saat ini mulai masuk ke ruang lingkup pekerjaan, membuat tradisi “memandang lebih rendah generasi setelahnya” kambuh kembali. Generasi-generasi sebelum Generasi Z ini seolah dikagetkan dengan karakteristik baru yang sepertinya sedikit berbeda dari mereka-mereka ini.

“Tapi kenapa kok tradisi seperti ini selalu terulang kembali ya?”

Hmm, mungkin jawabannya cuma satu, culture shock!

Yap, culture shock gak cuma terjadi karena kamu datang dari negara dengan budaya yang berbeda, kemudian mencoba membaur dengan budaya tempat tinggalmu saat ini. Culture shock juga bisa terjadi saat kamu kedatangan seseorang dengan karakter berbeda, yang mungkin saja belum pernah kamu temui di ruang lingkup pekerjaanmu saat itu.

generation-gap
Generation Gap di Lingkungan Pekerjaan (indahladya.com)

Kebayang dong generasi-generasi sebelumnya yang kebanyakan adalah seorang pekerja keras, hidup untuk bekerja, dan mungkin belum terlalu melek teknologi, tiba-tiba dihadapkan dengan generasi Z yang keliatannya seperti generasi yang paling menundukkan pandangan, a.k.a nge-scroll sosmed melulu, dikit-dikit butuh healing, gak mau kerja overtime, dan yaa stigma-stigma negatif lainnya yang pasti kamu lebih hafal deh, hihi.

Dampak Kemudahan Teknologi Terhadap Karakter Generasi Z

Beberapa waktu lalu aku sempat scrolling di salah satu sosial media di mana beberapa orang seringkali mengungkapkan pendapat mereka, tentang apapun, terutama hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan mereka saat ini.

Saat itu, salah seorang user dari media sosial ini yang merupakan seorang recruiter, mengungkapkan bahwa ia merasa kesulitan ketika harus merekrut karyawan baru dari generasi-generasi muda saat ini yang katanya seperti terlalu pilih-pilih pekerjaan dan tidak loyal terhadap pekerjaannya saat ini.

Mulai dari salary yang kurang cocok, tunjangan yang kurang mumpuni, fasilitas yang kurang lengkap, bahkan beberapa di antaranya menolak untuk diberikan job desc lebih dan kerja yang overtime sehingga memilih untuk berpindah mencari pekerjaan baru yang memberikan salary serta fasilitas yang lebih mereka butuhkan.

loyalitas-generasi-z
Citra Negatif Generasi Z di Mata Recruiter (indahladya.com)

Mungkin jika dilihat dari sisi pemilik perusahaan dan juga seorang recruiter, generasi-generasi muda ini tentunya terlihat seperti tidak memiliki loyalitas terhadap perusahaan tempat mereka bekerja.

Aku cukup lama merenungi postingan pendapat dari pengguna media sosial tersebut hingga akhirnya menemukan sebuah artikel yang berhasil menjawab rasa penasaranku.

Artikel tersebut menyatakan bahwa generation gap di lingkungan kerja saat ini didasari adanya perbedaan tujuan hidup dari individu antar generasi itu sendiri. Jika dulu generasi-generasi sebelumnya bekerja loyal terhadap tempat mereka bekerja, bisa jadi disebabkan oleh itu adalah satu-satunya cara untuk mereka bertahan hidup, karena memiliki opportunity yang lebih sedikit dibandingkan masa saat ini.

Baca selengkapnya di sini: https://hattahimawan.com/2022/03/20/kenapa-susah-cari-pegawai-loyal/

Coba bayangkan, dengan semua kemudahan teknologi, pertukaran informasi menjadi lebih cepat. Bahkan saat ini situs untuk melihat rentang salary di berbagai jenjang di beberapa perusahaan sudah sangat mudah diakses oleh siapapun. Belum lagi media sosial-media sosial yang mempercepat recruiter untuk bertemu dengan kandidat-kandidat yang mereka butuhkan. Pun, kandidat-kandidat job hunter ini juga menjadi lebih mudah untuk mencari pekerjaan yang mereka inginkan. Hmm, jadi apakah menurutmu ini adalah masalah loyalitas atau karena memang hadirnya banyak opportunity di era digital saat ini?

7 Fakta Sebenarnya Generasi Z, “Si Paling Butuh Healing”

“Don’t judge a book by its cover”

Sebuah kutipan yang sudah sangat tidak asing lagi. Begitu pula dengan cara menyikapi Generasi Z saat ini. Mungkin beberapa fakta di bawah ini akan sedikit memperbaiki point of view generasi sebelumnya mengenai Generasi Z dengan semua citra negatifnya. Yuk, kita bahas satu per satu ya!

1. Generasi yang Kompetitif

Jika sebelumnya generasi-generasi lain menganggap Generasi Z sebagai generasi yang tidak loyal, maka nyatanya generasi Z adalah generasi kompetitif yang aktif menciptakan inovasi terbaru di pekerjaan yang mereka tekuni saat ini.

Hal ini didasari oleh berbagai informasi yang mereka terima dari media sosial, yang sedikit banyaknya mereka coba aplikasikan di pekerjaan mereka saat ini. Yang tentunya hal ini akan berdampak baik untuk perusahaan juga, bukan?

2. Memiliki Kemampuan Self Management yang Baik

Bicara mengenai loyalitas, sebagian Generasi Z mungkin menolak untuk bekerja overtime dikarenakan self management mereka yang baik. Generasi Z dikenal sebagai seorang yang mengedepankan asas work-life balance. Di mana berarti, berlebihan saat bekerja tanpa imbal balik yang setimpal dianggap menyalahi asas yang mereka pegang saat ini.

fakta-generasi-z
Fakta Generasi Z (indahladya.com)

Sebagian dari Generasi Z akan berpikir bahwa waktu kerja yang overtime, mungkin akan lebih baik jika digunakan untuk mereka mencari kreativitas di luar pekerjaan mereka, yang tentunya akan menambah value mereka ke depannya.

3. Paling Melek Isu Kesehatan Mental

Nah, sebelum menganggap Generasi Z sebagai generasi yang mudah rapuh a.k.a si paling butuh healing, ada baiknya kita mundur sedikit untuk membahas mengenai isu kesehatan mental ini.

Sejak kapan sih orang-orang jadi fokus ke masalah kesehatan mental?

Apa benar dari dulu udah demikian?

Kok jadi tiba-tiba gak takut lagi ke psikolog untuk sekedar sharing masalah mereka?

Kok jadi banyak yang berani speak up mengenai perasaan mereka saat ini?

Hmm, kalau boleh dibilang sih, menurut pendapatku yaa, ini merupakan sedikit banyaknya sebagai dampak positif dari keberanian Generasi Z untuk mengungkapkan opini dari apa yang mereka cari. Meskipun sebagian lainnya jadi mudah self-diagnose karena terlalu berlebihan dalam menerima informasi mengenai isu kesehatan mental ini sendiri sehingga akhirnya bepikiran “ah kayaknya aku depresi deh!”, “ah sama nih gejalanya, suka mood-moodan, fix bipolar nih!”.

Tapi, kalau diarahkan dan ditempatkan dengan benar, keaktifan Generasi Z dalam mencari informasi-informasi terkini seperti ini tentunya akan berdampak positif, sehingga akan lebih banyak orang aware terhadap kewarasan dirinya sendiri dan tidak memandang negatif seseorang yang pada akhirnya berani untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan.

4. Si Mahir Teknologi

Poin berikut ini tentunya sudah tidak terbantahkan lagi, bukan? Di era digital saat ini, siapa sih yang masih belum punya akun media sosial?

Nah, digilitasisasi saat ini tentunya membuat Generasi Z lahir dengan semua kemudahan teknologi yang ada sehingga seringkali lebih mudah mendapatkan apa yang mereka cari cukup dari media sosial.

5. Menginginkan Kepastian

Masih ingat dengan sedikit ceritaku mengenai seorang recruiter yang sharing mengenai loyalitas Generasi Z? Yap, meskipun sudah diperjelas di paragraf tersebut, aku hanya ingin menambahkan bahwa Generasi Z adalah generasi yang membutuhkan kepastian. That’s why, biasanya Generasi Z akan terus mencari suatu hal yang memang ia butuhkan selama ini.

6. Peka akan Perubahan 

Generasi Z adalah generasi yang peka akan perubahan. Mungkin dulu kita belum terlalu familiar dengan istilah helicopter parenting, pola mendidik anak berdasarkan Montessori, sex education sejak dini, dan istilah-istilah parenting terkini lainnya.

Saat ini, aku mengamati sudah sangat banyak teman-teman dari Generasi Z yang berhasil menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak mereka. Tidak jarang dari mereka yang terus berusaha meng-upgrade ilmu parenting mereka sesuai era.

pola-parenting-generasi-z
Pola Parenting Generasi Z (indahladya.com)

Dan tidak jarang pula Generasi Z yang masih single justru sudah memperdalam ilmu parenting mereka, sehingga nantinya menjadi orang tua yang siap untuk anak-anak mereka kelak. Tidak melulu berdasarkan “katanya dan katanya”, tapi dengan menjadi seorang yang peka akan perubahan, Generasi Z akan mencari informasi segiat mungkin berbasis fakta dan riset. Hmm, keren sekali, bukan?

7. Generasi yang Toleran

Lahir sebagai Generasi yang melek teknologi, tentunya membuat Generasi Z seringkali menemukan perbedaan pendapat dalam berbagai macam hal. Dan tentunya hal ini melatih generasi Z sebegai seseorang yang lebih toleran dalam menerima mendapat.

Kebebasan dalam mengungkapkan pendapat, kebebasan memilih dan memilah keyakinan yang ingin kamu imani, serta banyak lagi perbedaan-perbedaan lainnya yang sepertinya tidak merupakan suatu masalah bagi Generasi Z.

Menjembatani Isu Generation Gap

Menanggapi berbagai citra negatif Generasi Z saat ini, mungkin sudah saatnya untuk tidak selalu memandang lebih rendah generasi setelahmu. Ada banyak perbedaan karakter dari berbagai generasi yang lahir, yang tentunya hal ini sedikit banyaknya dipengaruhi oleh generasi-generasi sebelumnya.

Baca Juga: Sandwich Generation, Dilema Para Calon Orang Tua Milenial

mengatasi-generation-gap
Mengatasi Geneation Gap (indahladya.com)

Setiap generasi memiliki karakter dan keunggulannya masing-masing, yang tentunya tidak selalu sama. Menjadi beda bukan berarti menjadi lebih buruk, jika kamu mau memperluas point of view mu akan perubahan yang ada, tentunya hal ini akan memiliki kontribusi yang baik dalam menciptakan inovasi-inovasi terkini, yang didasari dengan hubungan yang baik serta kerja sama yang kolaboratif.

Nah, kamu punya pendapat juga gak nih mengenai citra negatif Generasi Z saat ini? Yuk, sharing sama aku di kolom komentar ya!

Everything About Ladya . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates