Jumat, Oktober 23

Child Shaming (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Jika kamu berpikir bahwa ini adalah artikel yang membahas budaya saling mengejek oleh orang lain terhadap seorang anak, maka kamu salah besar. Child shaming di sini mengangkat kisah dari seorang anak yang justru dipermalukan oleh orang tuanya sendiri secara tidak sadar. 

Child shaming bukanlah suatu hal yang baru di era modern saat ini. Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi dan internet, maka kebiasaan child shaming ini secara tidak sadar telah sering kita temui di kehidupan sehari-hari.

Budaya Mempermalukan Anak di Depan Orang Lain

Budaya Mempermalukan Anak di Depan Orang Lain (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Jika biasanya baby shaming identik dengan perilaku tidak terpuji oleh orang lain terhadap seorang anak, sebagaimana bully yang dilakukan secara tidak langsung, baik itu dari segi fisik ataupun kemampuan tumbuh kembangnya. Seperti beberapa bayi yang mengalami masalah keterlambatan berbicara atau berjalan.

Child shaming merupakan hal yang sebaliknya. Child shaming diartikan sebagai suatu tindakan mempermalukan anak di depan orang lain atas alasan “hukuman” untuk memberikan efek jera terhadap si anak. Biasanya beberapa orang tua yang melakukan tindakan child shaming ini ingin memberi tahu anak bahwa suatu hal yang ia lakukan tersebut adalah hal yang tidak baik dan tidak boleh dilakukan lagi di kemudian hari.

Sayangnya, meskipun memiliki tujuan yang baik, tindakan child shaming ini tetap tidak bisa dibenarkan secara psikologis. Berikut ini beberapa dampak buruk yang dapat ditimbulkan dari tindakan child shaming.

Menciptakan Rasa Takut Bukan Bagian dari Latihan Disiplin

Menciptakan Rasa Takut Bukan Bagian dari Latihan Disiplin (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Semua orang tua pasti mengharapkan anaknya untuk menjadi disiplin, baik itu di rumah maupun saat di depan publik. Hanya saja beberapa di antaranya melakukan kesalahan selama proses pendisiplinan itu sendiri.

Beberapa orang tua berpendapat bahwa jika anak melakukan kesalahan, maka ia pantas untuk mendapatkan hukuman yang setimpal. Mungkin beberapa jenis hukuman seperti harus menghafalkan perkalian atau merapikan tempat tidurnya sendiri termasuk bagian dari hukuman yang positif dan masih diperbolehkan.

Namun, apabila hukuman ini sudah menyangkut harga diri dari sang anak, seperti memvideokan anak sembari menyuruhnya untuk mengatakan bahwa ia bersalah sepertinya sudah mulai menyakiti hati anak itu sendiri ya?

Hukuman-hukuman yang mempermalukan anak pada khalayak tersebut akan memicu rasa trauma dan takut dalam dirinya. Apabila hal ini sudah terjadi, maka bukan disiplin yang akan ia pelajari, justru hanya rasa bersalah yang terus tertinggal dalam hatinya dan memicu efek jangka panjang lainnya seperti membuat anak menjadi tidak percaya diri.

Hanya Memberikan Hasil Jangka Pendek

Hanya Memberikan Hasil Jangka Pendek (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Sebenarnya tindakan child shaming ini tidak akan memberikan hasil yang signifikan sebagaimana yang orang tua harapkan daripadanya. Justru tindakan child shaming ini akan berdampak buruk dalam jangka waktu panjang.

Namun, jika hal ini pun memberikan hasil, maka hasil yang didapatkan hanyalah sebagai hasil jangka pendek. Hal ini dikarenakan tindakan child shaming tidak membuat anak terpisah dari kesalahannya tersebut. Tindakan ini hanya akan menakut-nakutinya secara sementara, bukan membuat ia memahami bahwa sesuatu yang ia lakukan itu adalah salah.

Anak Menjadi Tidak Mempercayai Orang Tuanya

Anak Menjadi Tidak Mempercayai Orang Tuanya (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Salah satu dampak buruk yang dapat dirasakan selanjutnya adalah kepercayaan anak terhadap orang tua yang menurun. Biasanya perlakuan child shaming ini akan membekas dalam batin sang anak. Hal inilah yang membuat anak menjadi terus teringat kejadian memalukan tersebut dan cenderung tidak mempercayai orang tuanya lagi.

Bagaimana mungkin orang tua yang seharusnya menjadi sosok panutan yang akan senantiasa melindunginya justru membuat ia harus menanggung rasa malu dan menjadikannya korban dari tindakan child shaming ini sendiri.

Membuat Anak Terbiasa Memendam Emosi

Membuat Anak Terbiasa Memendam Emosi (sumber: dokumentasi pribadi indahladya.com)

Seorang anak yang dilatih disiplin melalui tindakan child shaming ini biasanya akan cenderung memendam emosi yang ia rasakan saat itu. Hal ini dikarenakan seorang anak yang menjadi korban child shaming biasanya tidak diperbolehkan untuk menangis. Ia diberikan suatu pelajaran untuk selalu bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, that’s why menangis adalah salah satu hal yang menunjukkan bahwa ia kalah terhadap apa yang sudah seharusnya ia terima.

Sayangnya, jika anak terbiasa untuk selalu memendam emosi yang ia rasakan, maka hal ini hanya akan menjadi bom waktu yang suatu saat bisa meledak begitu saja. Apabila hal ini sudah terjadi, maka hal ini akan menimbulkan masalah-masalah yang lebih besar kemudian seperti depresi atau bahkan gangguan kesehatan mental lainnya.

Tidak ada pola asuh yang sempurna. Namun, sebagai orang tua yang baik, maka sudah sepantasnya kita terus belajar dan berusaha menjadi sosok yang lebih baik sebagai panutan dan inspirasi bagi anak.

Semangat berjuang untuk para orang tua hebat di luar sana, dan semoga tindakan child shaming ini perlahan bisa dihilangkan ya!

 

IndahLadya

 

Referensi:

Tracey Dowdy, The Problem With Kid Shaming, http://www.theonlinemom.com/problem-kid-shaming/

31 komentar:

  1. Makasih sharing ilmu nya mba. Semoga semakin meningkatkan awareness.

    BalasHapus
  2. Wah ini sangat berkaitan sama psikologi anak ya. Aku juga pernah belajar kalau mendidik anak tidak boleh menggunakan cara yang kasar dan keras.

    Mindset orang tua dulu masih berbentuk anak harus dikerasin kalau mau sukses. Kadang itu ada benarnya, tapi efek lainnya adalah adanya kerusakan mental yang secara nggak langsung anak miliki.

    Semoga pencerdasan kayak gini bisa disebarluaskan ya Mbak.. supaya generasi-generasi selanjutnya nggak kena child shaming begitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, semoga bisa membuka mata hati para orang tua yang masih memegang teguh "prinsip" jaman dahulu kala itu ya, hehe

      Hapus
  3. Wah bener, kadang sebagai ortu ga sadar juga itu child shamming atau bukan. Urusannya psikologi, beberapa temen ku suka mendem emosi juga karena katanya takut di judge. Sama kaya child shamming gak ya? Atau ada kaitannya sama percaya diri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Child shaming ini hanya bisa menjadi salah satu penyebabnya mbak, jadi kalau memang ada riwayat child shaming maka kemungkinan "memendam emosi"-nya dikarenakan hal ini. Karena sebetulnya masih banyak sekali penyebab anak tidak percaya diri, bisa dari faktor keluarga ataupun lingkungan sekitarnya

      Hapus
  4. Terima kasih artikelnya mbak, semoga bisa membuka mata para orang tua agar tak melakukan tindakn cild shaming pada putra putrinya. .krn mereka ga ngertu dampaknya thd anak. .

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, semoga child shaming ini perlahan bisa hilang yaa, hehe :)

      Hapus
  5. I was speechless reading this. Experienced when I was a kid

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat mbak!! Jangan lupa untuk selalu memaafkan masa lalunya ya mbak :) InsyaAllah selalu diberi yang terbaik selama prosesnya, aamiin

      Hapus
  6. Semoga semakin banyak ortu yg sadar atas segala tindakannya ya. Dan anak2 indonesia semakin sehat mental spiritualnya. Terimakasih tulisannya membuat saya berkaca lagi bagaimana sikap saya selama ini pd anak2. Salam hangat, sita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat mbak!! Kalau niatnya udah ada, insyaAllah dipermudah selama prosesnya :)
      Salam kenal mbak

      Hapus
  7. Terima kasih artikelnya Mbak, memberi pengetahuan baru buatku..kesehatan mental anak sangat penting dan bukan hal yang patut disepelekan

    BalasHapus
  8. Iya bener, Mbak, kadang kalau anak lagi main sama temennya terus tiba-tiba berantem, biasannya aku panggil anak. Jd negurnya tidak di depan teman-temannya... Takutnya dia jd malu. Tp yg paling sederhana, apa yg aku ga mau atau merasa malu jika dibegitukan, ya ga akan kulakukan ke anak. Smg bisa terhindar dr child shamming ini ya, Mbak^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah betul mbak, apa yang mbak lakukan sudah sangat baik sekali loh :) Jadi kita harus berusaha merefleksikan ke diri kita sendiri dulu, kalau sekiranya kita aja gakmau "digituin" ya berarti jangan memperlakukan hal tersebut ke orang lain, hehe

      Hapus
  9. Pengetahuan baru nih buat saya pribadi.
    Contoh lainnya seperti apa mba?
    Mungkin sering saya lakukan tapi saya tidak sadar itu childshaming 🥺

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, monggo, kita sama-sama belajar, hehe.
      Kalau contohnya, seperti "yelling" ke anak di tengah keramaian, karena anaknya bandel misalnya. Atau juga bisa ngevideoin anak terus nyuruh dia say sorry di video tersebut dan kemudian di-upload di sosial media, dan masih banyak lagi hal-hal yang terkesan sepela tapi nyatanya berdampak besar buat mental anak, semangat terus ya mbak! Sama-sama berusaha mengupgrade ilmu di bidang parenting yg susah susah gampang ini, hehe :)

      Hapus
  10. Terimakasih tulisannya mba. Aq baca ini sambil termehek. Adakah aku pernah ngelakuin child shamming yg mungkin tidak aq sadari?
    Semoga makin banyak ortu yg tercerahkan ya mba. Krn bener bgt, trauma yg dialami bisa jd sangat membekas. I've feel that 😥

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, mungkin beberapa perlakuan bisa saja tanpa sadar kita lakukan, semangat untuk selalu berproses menjadi lebih baik ya mbak :)

      Hapus
  11. Thanks ilmunya mbak ladya, menarik sekali dan related sm aku yg punya anak usia toddler. Kepercayaan anak pada ortu harusnya emang di tumbuhkan sejak dini ya, yaitu dengan menghindari terjadinya child shaming dari ortu. Aku suka artikelnya deh 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mbak, supaya anak terbiasa terbuka sama orang tua nya, hehe

      Hapus
  12. anak-anak berkembang sesuai dengan zamannya..sehingga orangtua wajib menambah ilmu sebagai bekal berkomunikasi dengan anak sesuai dengan zamannya....termasuk apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam mendidik anak....terimakasih ilmunya mbak...saya jadi paham sekarang apa yang dimaksud child shamming

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, karena menjadi orang tua berarti siap untuk terus belajar, hehe

      Hapus
  13. sepertinya artikelnya relate bgt sama pola asuh beberapa orang tua terdahulu, terima kasih banyak mba sharingnya, jadi lebih banyak belajar sebagai yg baru aja jadi orang tua 😊😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, selamat ya mbak :) semangat terus mbak!

      Hapus
  14. Iya sering nonton Drakor yang anaknya trauma pengasuhan jadi tumbuh menjadi orang tak pede, kasar, dll..memang harus hati-hati ya mendidik, harus banyak belajar..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu dia mbak, sebenarnya sudah banyak ya dicontohkan di beberapa film begitu

      Hapus
  15. Psikologi anak emang sensitif dan akan membekas untuk jangka waktu yg lama. Ilmu parenting yg bermanfaat sekali, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, biasanya bakal diinget terus sama anaknya :)

      Hapus

Everything About Ladya . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates